Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Konsultasi Pembuatan Skripsi

PROPOSAL SKRIPSI MATEMATIKA

Posted by Rujukan Pendidikan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN OPERASI ALJABAR PADA SISWA KELAS VIII MTs NEGERI CIKEUSIK KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Proposal Penelitian Diajukan Untuk Penyusunan Skripsi A. Judul Pengaruh Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pokok Bahasan Operasi Aljabar Pada Siswa Kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang Tahun Pelajaran 2011/2012. B. Masalah 1. Latar belakang masalah dan pengajuan judul Berdasarkan pengamatan peneliti dalam rangka persiapan melaksanakan penelitian di MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang menunjukkan bahwa khususnya pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang sukar dipelajari dan dianggap sulit oleh siswa. Kenyataan ini dibuktikan dengan nilai Ujian Akhir Semester Genap mata pelajaran matematika siswa yang masih di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah, yaitu 60. Padahal matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan pada hampir seluruh jenjang pendidikan dan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan. GBPP matematika (1994:1) menyebutkan bahwa tujuan umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah sebagai berikut: Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif; Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dengan memperhatikan bahwa mata pelajaran matematika harus diberikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah dan juga dengan memperhatikan tujuan umum pendidikan matematika maka seorang guru harus dapat membuat siswa mau untuk belajar matematika dan dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Inilah yang dikatakan tugas yang berat karena guru harus mampu memotivasi siswa untuk mau belajar matematika. Salah satu upaya yang bisa ditempuh seorang guru dalam memotivasi siswa untuk mau belajar matematika adalah dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center). Salah satunya adalah melalui model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT). Setelah dilakukan wawancara dengan salah satu guru matematika di MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang, diperoleh bahwa pembelajaran model pembelajaran kepala bernomor struktur Numbered Heads Together (NHT) belum pernah diterapkan. Pembelajaran yang biasa dilaksanakan di MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang lebih mengarah pada pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Permasalahan yang timbul di lapangan adalah meskipun para siswa mendapatkan nilai-nilai yang tinggi dalam sejumlah mata pelajaran, namun mereka tampak kurang mampu menerapkan perolehannya, baik berupa pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dalam situasi yang lain. Akibatnya siswa tidak mengetahui bahwa apa yang mereka pelajari terkait dengan kehidupan nyata. Agar rasa internalized dan apresiasi siswa terhadap bangun datar ini dapat lebih ditingkatkan serta potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara optimal maka paradigma pembelajaran yang sedang berlangsung perlu disempurnakan, khususnya terkait dengan cara sajian pelajaran dan suasana pembelajaran. Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat: Mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai. Mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Mereka diperkenankan untuk bekerja secara bersama-sama (cooperative). Meningkatnya minat dan prestasi siswa tersebut dicapai, karena guru menggunakan suatu pendekatan pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Paradigma baru ini dirumuskan sebagai: siswa aktif mengkonstruksi-guru membantu, dengan pendekatan kontekstual melalui model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dengan salah satu kata kunci yakni memahami pikiran anak untuk membantu anak belajar. Oleh sebab itu pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) perlu dipelajari. Dari alasan tersebut maka peneliti mengambil judul: “Pengaruh Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pokok Bahasan Operasi Aljabar Pada Siswa Kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang Tahun Pelajaran 2011/2012”. 2. Identifikasi masalah Berdasakan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah yang menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika? Apakah yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa? Faktor apakah yang dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa? Apakah moitvasi belajar dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa? Faktor apakah yang dapat mempengaruhi motivasi belajar matematika siswa? Apakah metode pembelajaran kooperatif dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa? Apakah model pembelajaran dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa? Apakah model pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa? Apakah model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa? Apakah model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa? 3. Pembatasan masalah Berdasakan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah: Motivasi belajar siswa melalui penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dalam pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012. Hasil belajar matematika siswa melalui penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dalam pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012. Pengaruh model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012. 4. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bagaimanakah motivasi belajar siswa melalui penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dalam pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012? Bagaimanakah hasil belajar matematika siswa melalui penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dalam pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012? Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012? 5. Tujuan dan kegunaan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang Tahun Pelajaran 2011/2012. Sedangkan kegunaan penelitiannya adalah sebagai berikut. Bagi Guru Manfaat penelitian ini bagi guru agar dapat lebih mengetahui secara tepat dan bertambah wawasan dalam penyelenggaraan proses belajar dengan menggunakan metode pembelajaran bagi siswa. Bagi Siswa Menumbuhkan kemampuan untuk menemukan rumus/data, kemampuan bekerjasama, kemampuan berkomunikasi siswa dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Bagi khasanah pendidikan Memberikan sumbangan pemikiran sebagai alternatif peningkatan kualitas pendidikan khususnya kualitas keterampilan berpikir dan kreativitas dalam pendidikan pada umumnya. C. Deskripsi Teoritis 1. Hakikat dari variabel Y a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar berkaitan erat dengan proses belajar mengajar. Untuk itu akan dibahas terlebih dahulu pengertian hasil dan belajar. Hasil “Hasil adalah sesuatu yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya” (Tim penyusun KBBI, 1994: 104). Belajar Pengertian belajar menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut: Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat dilanjutkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang sedang belajar (Nana Sujana, 1989: 5). Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi (M. Ngalim Purwanto, 1984:85) Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu kalau padanya terjadi perubahan tertentu, misalnya dari tidak dapat naik motor menjadi dapat naik motor, dari tidak dapat menggunakan kalkulator menjadi mahir menggunakannya, dari tidak mampu berbahasa Inggris menjadi mahir dalam bahasa tersebut, dari tidak tahu sopan santun menjadi seseorang yang sangat sopan, dan sebagainya (Noehi Nasution, 1998:3). Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagaimana hasil perjalanan individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari belajar adalah: Perubahan yang terjadi secara sadar Perubahan dalam belajar bersifat kontinu Perubahan dalam belajar bersifat positif Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahan dalam belajar bertujuan dan berarah Perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 1998: 4). Menurut Skinner (dalam Muhibbin Syah, 1995: 89) “belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan antar stimulus (rangsangan) dengan respon (tanggapan, reaksi)”. Sedangkan Ngalim Purwanto (1998: 85). Mengemukakan bahwa “Belajar terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehinggaa perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi tadi”. Belajar menurut teori J. Bruner (dalam Arifin dan Aminuddin Rasyad, 1998:101),”adalah tidak ditunjukkan untuk mengubah tingkah laku murid (anak didik) melainkan untuk mengubah kurikulum sehingga dapat mempermudah anak didik belajar lebih banyak lagi”. Belajar dalam arti luas adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian terhadap berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi. Dalam hal ini tidaklah semua perolehan yang baru pada tingkah laku dapat disebut belajar. Untuk dapat disebut belajar maka perolehan sesuatu yang baru pada tingkah laku harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: Hasil belajar sebagai pencapaian tujuan belajar Hasil belajar harus sebagai buah dari proses yang disadari Hasil belajar harus sebagai produk dari proses latihan Latihan adalah pengulangan-pengulangan dari suatu proses tindakan sebagai respon atau reaksi terhadap rangsangan yang kurang lebih sama dalam rangka memperoleh kemampuan bertindak. Hasil belajar harus merupakan tindak tanduk yang berfungsi efektif dalam kurun waktu tertentu. Hasi-hasil belajar harus berfungsi operasional dan potensial yaitu merupakan tindak tanduk yang lain. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dialami dengan serangkaian kegiatan. Belajar menghasilkan perubahan tingkah laku yang meliputi tiga hal yaitu: aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap/perilaku) dan aspek psikomotorik (keterampilan). Dengan demikian, dari pengertian tentang hasil dan belajar yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang telah dicapai sebagai hasil dari proses belajar. Hasil belajar merupakan indikator keberhasilan yang dicapai siswa dalam usaha belajarnya. Hasil belajar adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang setelah melalui proses belajar. Lebih jauh Hudoyo (1990 : 139) memberikan batasan bahwa : Hasil belajar adalah proses berpikir untuk menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah diperoleh sebagai pengertian-pengertian. Karena itu orang menjadi memahami dan menguasai hubungan-hubungan tersebut sehungga orang itu dapat menampilkan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran yang dipelajari. Pendapat lain dikemukakan Sudjana (1997 : 10) yaitu: “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Sementara itu Sudjana membagi tiga macam hasil belajar yaitu : Keterampilan dan kebiasaan Pengetahuan dan pengertian Sikap dan cita-cita Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan intruksional khusus dari bahan tersebut (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 1997:119). Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Belajar matematika akan berhasil dengan baik jika proses belajar mengajarnya juga berjalan dengan baik. Dalam hal ini melibatkan intelektual peserta didik secara optimal, serta mengelola faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Faktor dari dalam (internal) Kondisi fisiologis Kondisi psikologis diantaranya: kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi, kemampuan kognitif. Faktor dari luar (eksternal) Faktor lingkungan: lingkungan sosial, lingkungan alami Faktor instrumental : kurikulum, program, sarana dan fasilitas, guru dan tenaga pengajar. Dari beberapa faktor di atas faktor internal siswa memiliki peranan yang besar, salah satunya adalah motivasi. Motivasi perlu di tumbuh kembangkan secara baik di dalam dunia pendidikan. Motivasi yang mempunyai daya penggerak yang cukup besar biasanya adalah motivasi yang bersifat instrinsik. Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman,1990:73) motivasi ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap tujuan. Motivasi mengandung tiga elemen penting, yaitu: Mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Karena menyangkut energi manusia, maka penampakannya menyangkut kegiatan fisik manusia. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. Motivasi akan dirangsang adanya tujuan. Tujuan ini muncul karena adanya kebutuhan baik kebutuhan yang muncul dari dalam seseorang maupun yang muncul akibat rangsangan dari luar seseorang. Motivasi mempengaruhi kegiatan seseorang, sehubungan dengan hal ini maka motivasi mempunyai tiga fungsi: Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepas energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang dikerjakan. Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Sardiman,1990:84). Di dalam kegiatan belajar mengajar, memberikan motivasi kepada siswa berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Motivasi dapat dikatakan sebagai jantungnya proses belajar. Begitu pentingnya motivasi dalam belajar maka tugas guru yang pertama dan terpenting adalah membangun motivasi terhadap apa yang akan dipelajari siswa. Biasanya siswa yang rajin akan memiliki motivasi yang kuat sehingga dia belajar dengan tekun. Sebaliknya siswa yang malas tidak memiliki motivasi dalam belajar, dalam hal ini guru perlu mengetahui dan menyelidiki mengapa seorang siswa berbuat demikian. Siswa yang malas harus diberi rangsangan atau dibangkitkan kemauannya untuk belajar. Guru berperan selaku motifator, pemberi semangat agar motif-motif positif pada siswa dapat dibangkitkan, ditingkatkan dan dikembangkan. Ada dua jenis motivasi, yaitu: Motivasi yang timbul dari dalam diri anak (instrinsik) Motivasi instrinsik dapat dilakukan dengan cara menggairahkan perasaan ingin tahu anak, keinginan untuk mencoba dan hasrat untuk sukses. Motivasi yang timbul dari luar anak (ekstrinsik) Motivasi ini dapat dilakukan dengan memberi ganjaran, hukuman atau penugasan untuk berbagai kebaikan. (Moh Uzer Usman,1993:88) Ada beberapa cara dan bentuk untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah yaitu: Memberi angka Angka dalam hal ini sebagai simbul dari nilai kegiatan belajarnya. Hadiah Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi bagi anak yang senang dan berbakat. Saingan atau kompetisi Saingan digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa secara kelompok maupun individual. Ego-involvement Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan, sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri. Memberi ulangan Memberi ulangan merupakan cara guru untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, karena ulangan maka siswa akan giat belajar. Mengetahui hasil Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan akan mendorong siswa untuk giat belajar. Pujian Pujian adalah bentuk “reinforcement” yang positif dan sekaligus merupakan pujian motivasi yang baik, pujian perlu diberikan kepada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik. Hukuman Hukuman sebagai “reinforcement” yang positif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat. Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar yang ada pada diri anak didik itu memang merupakan motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik. Minat Minat merupakan alat motivasi yang pokok, proses belajar akan berjalan lancar kalau disertai niat. Tujuan yang diakui Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat penting, sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai akan menimbulkan gairah untuk terus belajar (Sardiman,1990:91). Matematika di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logis dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan. Matematika juga berkenaan dengan fakta-fakta kuantitatif, tentang ruang dan bentuk. (Sujono, 1988: 4) Dalam pembelajaran, matematika harus secara bertahap, berurutan serta berdasarkan kepada pengalaman yang telah ada sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Dienes (dalam Muhkal, 1999:92) yang menyatakan bahwa “Belajar metematika melibatkan suatu struktur hierarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya”. Pendapat lain dikemukakan oleh Bruner dalam (Hudoyo, 1990:48) yaitu “Belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu”. Sebagai pengetahuan matematika tersusun dari rangkaian pengertian-pengertian (konsep), dan rangkaian pernyataan–pernyataan (hukum, sifat, teorema, dalil, prinsip). Untuk efisiensi ungkapan (pembahasan) tentang pengartian dan pernyataan itu, matematikaa juga menciptakan lambang-lambang, nama-nama, istilah-istilah, perjanjian-perjanjian (disebut fakta). Sedangkan untuk penerapan dari pengertian dan pernyataan tadi matematika menyusun operasi/pengerjaan dan prosedurnya. Selain itu matematika juga menyajikan lukisan-lukisan yaitu penggambaran dari suatu bangun secara tepat memenuhi aturan yang disyaratkan. Matematika yang diajarkan di sekolah mempunyai peran: Untuk mempersiapkan anak didik agar sanggup menghadapi perubahan-perubahan di dalam kehidupan dunia yang senantiasa berubah, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis dan rasional, kritis dan cermat, obyektif, kreatif, efektif dan diperhitungkan secara analisis sintesis; Untuk mempersiapkan anak didik agar mempergunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan. (Erman Suherman dan Udin S. Winoto Putro, 1992: 134) Peran matematika tersebut di atas diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar, oleh sebab itu bagai setiap guru matematika haruslah mengkaitkan materi pelajaran matematika yang diberikan dengan tujuan proses belajar mengajarnya dengan memperhatikan apakah metode yang dipakai sudah efektif dan efisien. c. Pengertian hasil belajar matematika Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang belajar, hasil belajar, dan matematika, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku yang telah dicapai sebagai hasil dari proses belajar mengenai penalaran yang logis dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan, fakta-fakta kuantitatif, ruang dan bentuk. 2. Hakikat dari variabe X a. Pengertian pembelajaran Definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang pembelajaran adalah sebagai berikut: Siskandar (2004:1) menyatakan bahwa: “pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik (siswa) yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa, serta siswa dengan siswa”. Usman (2000:4) menyatakan bahwa: “ … proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu” . Aqib (2010:41) menyatakan bahwa: “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Sudjana (1989:30) berpendapat yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah: “tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian”. Lebih jauh Aqib (2010:41-42) menambahkan bahwa berdasarkan teori belajar, ada lima pengertian tentang pembelajaran, yaitu: Pembelajaran adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik/siswa disekolah, Pembelajaran adalah mewariska kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah, Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik, Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik, dan Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari. Dari pemaparan para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu dalam rangka mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan bermasyarakat. b. Pengertian pembelajaran kooperatif Pembelajaran kooperatif atau Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama (Suherman, 2003:260). Pembelajaran koooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Setiap manusia memiliki derajat potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena perbedaan itulah manusia dapat saling asah, asih, dan asuh (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan interaksi yang saling asah, asih, dan asuh sehingga terciptalah masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya belajar dari buku, namun juga dari sesama teman. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka ”sehidup sepenanggungan bersama” . Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompok, seperti milik mereka sendiri. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok memiliki tujuan yang sama. Siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota kelompok yang sama. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan oleh anggota kelompok. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Ibrahim, 2000:6) Manfaat pembelajaran kooperatif Manfaat diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif menurut Linda Lundgren (dalam Ibrahim, 2000:18-19) adalah sebagai berikut : Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, Rasa harga diri menjadi lebih tinggi, Memperbaiki kehadiran, Angka putus sekolah menjadi rendah, Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar, Perilaku menganggu menjadi lebih kecil, Konflik antar pribadi berkurang, Sikap apatis berkurang, Pemahaman yang lebih mendalam, Motivasi lebih besar, Hasil belajar lebih tinggi, Retensi lebih lama, Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. c. Pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) Numbered Heads Together (NHT) merupakan pendekatan struktural pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan oleh Spencer Kagan, dkk (Ibrahim, 2000:25). Meskipun memiliki banyak persamaan dengan pendekatan yang lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas (Ibrahim, 2000:28). Langkah-langkah pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) Pendahuluan Fase 1 : Persiapan Guru menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran Guru melakukan apersepsi Guru memberikan motivasi pada siswa Kegiatan Inti Fase 2 : Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Tahap pertama Penomoran Guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. Guru menjelaskan secara singkat tentang materi bangun datar. Siswa bergabung dengan tim atau anggotanya yang telah ditentukan. Tahap kedua Mengajukan pertanyaan: Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Tahap ketiga Berpikir bersama: Siswa berfikir bersama menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Tahap keempat Menjawab: Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Dalam memanggil suatu nomor guru secara acak menyebut nomor dari 1 sampai x (x adalah banyaknya kelompok dalam kelas siswa). Anak yang terpilih dari tahap 4 dalam kelompok x adalah anak yang diharapkan menjawab. Guru mengamati hasil yang diperoleh oleh masing-masingkelompok yang berhasil baik, dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik (jika ada). Fase 3 : Penutup : Evaluasi Dengan bimbingan guru siswa mebuat rangkuman. Siswa diberi PR dari buku paket atau buku panduan lain. Guru memberikan evaluasi atau latihan soal mandiri. Variasi dalam NHT Setelah seorang siswa menjawab, guru dapat meminta kelompok lain apakah setuju atau tidak setuju dengan jempol ke atas atau ke bawah. Untuk masalah dengan jawaban lebih dari satu, guru dapat meminta siswa dari setiap kelompok-kelompok yang berbeda untuk masingmasing memberi sebagian jawaban. Seluruh siswa dapat memberi jawaban secara serentak. Seluruh siswa yang menanggapi dapat menulis jawabannya di papan tulis atau di kertas pada saat yang sama. Guru dapat meminta siswa lain menambahkan jawaban bila jawaban yang diberikan belum lengkap. D. Kerangka Berpikir Dan Pengajuan Hipotesis 1. Hubungan antara variabel X dengan Y Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (faktor lingkungan). Faktor dari dalam diri siswa yang paling utama yaitu kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Faktor dalam yang lain meliputi motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Sedangkan faktor luar (faktor lingkungan) yang dominan adalah kualitas pengajarannya. Oleh karena itu, keberadaaan model dan strategi pembelajaran sangatlah mendukung dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan menyeluruh. Model pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar hendaknya memberikan hasil yang berguna bagi kehidupan di masa mendatang dan dapat mencetak peserta didik yang berkualitas yang memiliki ketrampilan dalam berpikir dan daya kreativitas yang tinggi sehingga akan dapat memenuhi tuntutan zaman yang akan datang dan juga terampil dalam memecahkan masalah yang dihadapi di dalam dunia nyata. Melalui implementasi pendekatan kontekstual model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) siswa akan terlatih cara dan keterampilan berpikirnya dan dapat memunculkan ide-ide kreatif. Sejauh ini diketahui bahwa pengajaran yang dilakukan guru kebanyakan menggunakan metode pengajaran ceramah, sehingga anak tidak termotivasi untuk memunculkan ide-ide kreatifnya. Anak hanya mendengarkan guru berceramah, mengerjakan tuigas, sehingga anak lebih bersifat pasif. Hal itu belum cukup untuk membekali siswa untuk menghadapi dunia nyata setelah dia lulus dari sekolah. Implementasi pendekatan kontekstual melalui model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) diharapkan akan dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa. 2. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, kerangka pemikiran dan argumentasi ilmiah, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis kerja H¬¬1 Terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012. Hipotesis Nihil H0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012. E. Metode Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Subyek penelitian yang akan penulis pilih adalah siswa MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang, sedangka waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan selama 1 bulan yakni dari pertengahan Juli hingga Pertengahan Agustus 2011. 2. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupataen Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 74 orang yang terbagi dalam dua kelas, yaitu VIII A sebanyak 36 orang dan kelas VIII B sebanyak 38 orang. b. Sampel Sampel merupakan wakil dari keseluruhan subjek penelitian. Dalam pengambilan sampel pada penelitian ini berdasarkan pendapat Arikunto (1997:120) menjelaskan bahwa, “Apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua hingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15 %, atau 20-25% atau lebih”. Berdasarkan pendapat tersebut maka pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling atau sampel jenuh. Dengan demikian sampel dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupataen Pandeglang sebanyak 2 kelas, yaitu kelas VIII B sebanyak 38 orang sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII A sebanyak 36 orang sebagai kelompok kontrol yang mempunyai kemampuan (hasil belajar Matematika) yang tidak berbeda secara signifikan. Dengan demikian siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol berangkat dari titik tolak yang sama. Jadi, kalau terjadi perbedaan setelah pemberian treatment, semata-mata terjadi karena perbedaan pemberian treatment tersebut. 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbilkan oleh peneliti. Adapun desain eksperimen menggunakan model Two Group Posttest Only Design Experiment (Arikunto, 2005: 212), yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dimana kelompok eksperimen dalam proses penelitian mendapatkan perlakuan dan pos tes tetapi pada kelas kontrol hanya mendapatkan pos tes. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Desain eksperimen Two Group Posttest Only Design Experiment Kelompok Perlakuan Pos Tes Eksperimen X T Kontrol _ T Jadi dalam hal ini penulis meneliti dua kelas yaitu treatment (perlakuan) dan kelas kontrol. Kelas treatment dalam pengajaran matematika menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) sedangka kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Setelah hal tersebut dilakukan, selanjutnya penulis melakukan tes akhir atau postes kepada kedua sempel tersebut. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Metode dokumentasi Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai nama siswa dan nilai tes ujian akhir semester dua serta nilai ulangan matematika pada saat siswa yang bersangkutan masih berada di kelas VII. Data tersebut digunakan untuk mengadakan matching terhadap kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, untuk mengetahui bahwa tidak ada perbedaan antara dua kelompok tersebut sebelum diadakan perlakuan. b. Metode tes Tes digunakan untuk mendapatkan nilai hasil belajar matematika setelah diadakan perbedaan perlakuan. Data ini digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen setelah diadakan perlakuan yang berbeda. Bentuk tes yang digunakan adalah tes obyektif dengan pertimbangan: Hasil pemeriksaan bersifat obyektif Ruang lingkup materi yang diujikan lebih menyeluruh sehingga cukup representatif mewakili materi yang telah dipelajari siswa. Jawaban yang benar sudah tertentu dan pasti Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat Ketidakmampuan tes dalam bagian-bagian tertentu pada sebuah konsep/ topik lebih mudah dikenali secara langsung dari jawaban butir soal yang salah. (Erman Suherman, 1993; 75-76) c. Metode Observasi Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dilaksanakan. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah melakukan pengujian pengaruh implementasi model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs dengan jalan membandingkan hasil belajar kelompok eksperimen dan kontrol dengan menggunakan uji-t. Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganilis data penelitian adalah sebagai berikut: 1. Analisis Uji Coba Tes (Instrumen Penelitian) a. Analisis Validitas Tes Analisis validitas untuk mengetahui apakah butir soal valid atau tidak valid sebagai instrumen penelitian maka untuk menghitung koefisien validitas digunakan rumus korelasi product moment. r_xy=(N∑▒XY-(∑▒〖X)〗(∑▒〖Y)〗)/√([N∑▒〖X^2-(〗 ∑▒〖X)〗^2 ][N∑▒〖Y^2-(〗 ∑▒〖Y)〗^2 ] ) keterangan: rxy = koefisien validitas butir soal N = banyak siswa peserta tes X = jumlah skor item Y = jumlak skor total rxy dikonsultasikan dengan tabel harga kritis produk moment. Dikatakan valid jika rhitung ≤ rtabel. (Suharsimi Arikunto, 1998:162) b. Analisis Reliabilitas Untuk mengetahui reliabilitas dalam penelitian digunakan tes tunggal dengan teknik non belah dua dari Kuder dan Richardson (K-R 20) yaitu : r_11=[n/(n-1)][(S_t^2-∑▒〖p_i q_i 〗)/S^2 ] S_t^2=(∑▒〖(X_i-X ̅)^2 〗)/(n-1) Dengan: n = banyak sampel pi = proporsi subyek yang menjawab benar pada butir soal ke-i qi = proporsi subyek yang menjawab salah pada butir soal ke-i jadi qi = 1 - pi S_t^2 = varians skor total (Erman Suherman, 1993: 160) Hasil perhitungan r11 diperoleh di konsultasikan dengan rtabel product moment dengan taraf signifikansi 5%. Jika r11 > rtabel maka soal instrumen tersebut reliabel. (Suharsimi Arikunto, 1993; 155) c. Analisis Tingkat Kesukaran Item yang baik adalah item yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha dalam menyelesaikannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi, karena diluar jangkauannya. (Suharsimi Arikunto, 1989: 206) Berkaitan dengan hal tersebut di atas ditetapkan bahwa tingkat kesukaran yang baik adalah pada interval 25% - 75% . Item yang mempunyai tingkat kesukaran lebih dari 75% soal tersebut terlalu mudah. Rumus untuk menghitung tingkat kesukaran adalah sebagai berikut: P=B/JS Dengan: P = Tingkat kesukaran soal B = Banyak siswa yang menjawab dengan benar item tersebut JS = Banyak siswa yang mengikuti tes Dengan kriteria: 0,00 ≤ P < 0,30 : soal dikatakan sukar 0,30 ≤ P < 0,70 : soal dikatakan sedang 0,70 ≤ P ≤ 1,00 : soal dikatakan mudah (Suharsimi Arikunto, 1989: 210) d. Analisis Daya Pembeda Daya pembeda digunakan untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda soal rumus yang digunakan sebagai berikut: DP=BA/JA-BB/JB=PA-PB Dengan: DP = daya pembeda soal JA = banyaknya peserta tes yang menjadi anggota kelompok atas JB = banyaknya peserta tes yang menjadi anggota kelompok bawah BA = banyaknya peserta tes yang menjadi anggota kelompok atas menjawab item tertentu dengan benar BB = banyaknya peserta tes yang menjadi anggota kelompok bawah dan menjawab item tertentu dengan benar. PA = proporsi peserta tes kelompok atas yang menjawab item tertentu dengan benar PB = proporsi peserta tes kelompok bawah yang menjawab item tertenti dengan benar Kategori yang digunakan adalah: 0,00 - 0,20 : jelek 0,20 - 0,40 : cukup 0,40 - 0,70 : baik 0, 70 - 1,00 : baik sekali (Suharsimi Arikunto, 1998: 213) Daya pembeda yang bernilai negatif tidak baik dan soal harus direvisi atau diganti. Perangkat tes yang diuji cobakan ditinjau dari daya pembeda soal, item yang baik adalah item yang mempunyai daya pembeda lebih dari 0,20. 2. Analisis Uji Data (Hasil Penelitian) a. Uji Prasyarat Analisis Sebelum data dianalisis dengan menggunakan rumus uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas data. Kedua uji analisis ini merupakan uji persyaratan untuk melakukan uji hipotesis. 1) Uji Normalitas Uji normalitas ini digunakan untuk menguji kenormalan data dari hasil belajar matematika setelah diberikan pos tes, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Rumus yang digunakan adalah statistik uji chi kuadrat sebagai berikut: χ^2=∑▒〖(f_o-f_h)〗^2/f_h Dengan, χ^2 : chi kuadrat f_o : frekuensi yang diobservasi f_h : frekuensi yang diharapkan (Suharsimi Arikunto, 1996:290) Dari χ2 hitung yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan χ2 tabel dengan derajat kebebasan dk = K – 3 dan taraf signifikansi α = 5%. Apabila dari hasil perhitungan didapatkan χ2hitung < χ2tabel maka data yang diuji adalah berdistribusi normal. 2) Uji Homogenitas. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah varians populasi homogen atau tidak. Suharsimi Arikunto (1996:289) mengatakan: “Uji homogenitas (Kesamaan), yakni seragam tidaknya variansi sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama”. Pengujian dilakukan dengan uji Fisher (uji F) sebagai berikut: F_ =〖MK〗_k/〖MK〗_d dengan, F : homogenitas yang dicari MKk : Mean Kuadrat Kelompok MKd : Mean Kuadrat Dalam (Arikunto, 1996:293) Dari Fhitung yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan Ftabel yang mempunyai dk pembilang sebesar (nb – 1) dan dk penyebut (nk – 1) serta taraf signifikansi α = 5%. Apabila Fhitung < Ftabel maka berarti kelompok ekperimen dan kelompok kontrol yang ditetapkan berasal dari populasi yang memiliki variansi yang relative sama. b. Pengujian Hipotesis Setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap hasil belajar matematika siswa selanjutnya adalah melakukan analisis uji-t untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT). Dalam hal ini uji statistik yang digunakan adalah uji statistik uji-t untuk satu pihak (pihak kanan). hal ini untuk membuktikan adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT). Adapun langkah-langkah dalam melakukan pengujian adalah sebagai berikut: Hipotesis yang akan diujikan adalah: Ho : μ1 ≤ μ2 , nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih rendah dari pada nilai rata-rata kelompok kontrol. H1 : μ1 > μ2. nilai rata-rata kelompok ekperimen lebih tinggi dari pada nilai rata-rata kelompok kontrol. α = 5% Keterangan: H0 = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012. H1 = Terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012. Adapun rumus uji-t yang digunakan yaitu sebagai berikut: t=(X ̅_1-X ̅_2)/(s√(1/n_1 +1/n_2 )) Dengan, S_^2=((〖n_1-1)S〗_1^2+(〖n_2-1)S〗_2^2)/(n_1+n_2-2) Keterangan: X ̅_1 : rata-rata nilai kelompok eksperimen X ̅_2 : rata-rata nilai kelompok kontrol s : simpangan baku S_1^2 : standar deviasi pada kelompok eksperimen S_2^2 : standar deviasi pada kelompok kontrol n_1 : banyak subjek kelompok eksperimen n_2 : banyak subjek kelompok kontrol (Sudjana, 2001:293) Dari thitung yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan ttabel yang memiliki derajat kebebasan dk = N1 + N2 - 2 dan taraf signifikansi α = 5%. Kriteria pengujian adalah tolak hipotesis nol jika thitung > ttabel hal ini bahwa kelompok eksperimen hasil belajar matematika siswa dengan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa kelompok kontrol. 6. Statistik Hipotesis Penelitian (Secara Matematika) Dari uraian di atas, maka penulis menentukan statistik hipotesis penelitian sebagai berikut. Ho : μ1 ≤ μ2 , nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih rendah dari pada nilai rata-rata kelompok kontrol. H1 : μ1 > μ2. nilai rata-rata kelompok ekperimen lebih tinggi dari pada nilai rata-rata kelompok kontrol. α = 5% Keterangan: H0 = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012. H1 = Terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa pokok bahasan operasi aljabar pada siswa kelas VIII MTs Negeri Cikeusik Kabupaten Pandeglang tahun pelajaran 2011/2012. F. DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. 2010. Propesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan Cendikia. Arifin dan Aminuddin Rasyad. 1998. Modul Kuliah. Materi Pokok Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral kelembagaan Agama Islam Dan Universitas Terbuka. Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. _______, 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Depdikbud. 1993. Kurikulum pendidikan Dasar dan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) SLTP Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdikbud. Hudoyo, Herman. 1990 . Strategi Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang. Ibrahim, M dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : University Press. Muhkal, Mappaita. 1999. Modul Kuliah. Pengembangan Rencana Penbelajaran Matematika di SLTP dan SMU. Makassar: FMIPA UNM Nasution, Noehi dkk. 1998. Modul Kuliah. Materi Pokok Psikologi Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral kelembagaan Agama Islam Dan Universitas Terbuka. Purwanto, M. Ngalim. 1984. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: IKIP Semarang Press Sudjana, Nana. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar baru. Sudjana. 2001. Metode Statistik. Bandung: Tarsito. Suherman, Erman. 1992. Sistem Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud. Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (edisi revisi). Bandung : UPI. Tim Penyusun KBBI, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Uzer Usman, Moh.. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Related Post



Posting Komentar

MOTTO

Berbagi Pengetahuan dan Pengalaman Demi Kemajuan Pendidikan